Rabu, 08 Mei 2013

PRAKTEK HUKUM ACARA PERDATA

                                      PRAKTEK HUKUM ACARA PERDATA 1)

                                                 Oleh : Abdul Fickar Hadjar 2)


Pengertian Hukum Acara Perdata (HAPer)

Secara umum HAPer adalah seperangkat hukum formil yang mengatur cara dan prosedur hukum dalam mengajukan, memeriksa, memutuskan dan melaksanakan putusan tentang tuntutan hak dan kewajiban tertentu sehingga menjamin terlaksananya hukum perdata (materiel) melalui lembaga peradilan.

Sumber Hukum Acara Perdata:

1.    HIR/RIB (untuk golongan Bumi Putra-Timur Asing di Pulau Jawa-Madura);
2.    RBG (untuk golongan Bumi Putra-Timur Asing di luar Jawa-Madura);
3.    UU No. 20 Tahun 1947 (Prosedur banding untuk Jawa & Madura, tapi praktek berlaku juga  
        seluruh Indonesia);
4.    KUHPerdata;
5.    UU tentang Kekuasaan Kehakiman;
6.    UU tentang Peradilan Umum dan Tentang Mahkamah Agung;
7.    UU tentang Perkawinan (No.1/1974);
8.    UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
9.    RV (Reglemen op deburgerlijke rectvordering) terutama aturan-aturan tentang penggabungan
       (voeging), penjaminan (vrijwaring), intervensi dan rekes sipil;
10.    Peraturan Mahkamah Agung RI;
11.    Surat Edaran Mahkamah Agung RI;
12.    Yurisprodensi.


  1. Bahan Kuliah  Mata Ajar  Praktek Hukum Perdata
   2. DOSEN BIASA Fakultas Hukum Universitas Trisakti Jakarta

I. SURAT KUASA

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat Surat Kuasa untuk mengajukan Gugatan:

1.    Identitas dan alamat pemberi kuasa dan penerima kuasa;
2.    Kewenangan pemberi kuasa;
3.    Dibuat secara khusus, dlam hal:
-    khusus menangani suatu pokok/objek perkara;
-    khusus dalam hal untuk apa kuasa diberikan;
-    khusus satu tingkat peradilan atau di pengadilan mana suatu gugatan diajukan;
-    kusus mengenai dasar hukum suatu gugatan;
-    khusus mengenai pihak-pihak yang digugat;
4.    Surat Kuasa cukup dibuat dibawah tangan dan bermeterai cukup;
5.    Surat Kuasa yang dibuat di luar negeri harus dilegalisasi oleh perwakilan RI di Negara setempat;

Surat Edaran MARI No. 6 Tahun 1994 tentang Surat Kuasa khusus mengatur tentang sangat perlunya kekhususan sebuah Surat Kuasa.

Dalam praktek seringkali gugatan dinyatakan tidak diterima (NO/niet ontvanklijk verklaard)  karena tidak khususnya suatu Surat Kuasa.

II. GUGATAN

Isi dan substansi suatu Gugatan:

Berdasarkan pasal 8 ayat (3) RV, Isi suatu surat Gugatan harus memenuhi beberapa hal :
1.    Identitas dan alamat para pihak, baik dirinya sendiri maupun kuasanya;
2.    Posita (fundamentum petendi) atau duduk persoalan yang menjadi masalah (factual ground)
       disertai dasar-dasar hubungan hukum yang ada (legal ground);
3.    Petitum gugatan atau permohonan yang diminta dari suatu gugatan:- primair (tuntutan pokok)
       - subsidair (tuntutan pengganti/biasanya : mohon putusan yang seadil-adilnya)

Prosedur Pengajuan Gugatan

Tata cara / prosedur mengajukan gugatan, sebagai bberikut:
1.    Gugatan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri,3)  diajukan secara tertulis dibuat rangkap 5 (lima), aslinya ditandatangani diatas meterai. Dalam hal Tergugat lebih dari satu, maka surat gugatan ditambah sesuai dengan banyaknya (jumlah) tergugat;

2.    Gugatan harus memuat secara jelas identitas para pihak, fundamentum petendi, alasan-alasan serta dasar hukum dari tuntutan dan petitum;

3.    Gugatan diajukan sendiri oleh penggugat atau dapat juga diajukan oleh kuasanya yang sah dengan melampirkan surat kuasa khusus yang sudah didaftar terlebih dahulu di bagian hukum;

4.    Gugatan diajukan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri bagian Perdata yang khusus menangani pendaftaran gugatan (Meja I), untuk dicatat dan diberi nomor (register);

5.    Melakukan pembayaran biaya pendaftaran gugatan berdasarkan Surat Keterangan Untuk Membayar (SKUM) yang dikeluarkan oleh Panitera Pengadilan (Meja I);

6.    SKUM dibayar kemudian diserahkan ke Meja II, petugas Meja II meregistrasi ulang dan menyerahkan salinan resmi gugatan dan Surat Kuasa yang telah diberi nomor dan stempel pengadilan kepada penggugat;

7.    Dalam waktu 2-3 minggu (tergantung pengadilan) Ketua Pengadilan Negeri membentuk Tim Majelis Hakim yang akan menangani perkara tersebut, dengan menurunkan berkas tersebut kepada Panitera Muda Perdata, selanjutnya didistribusikan perkara tersebut kepada Majelis Hakim;

8.    Atas perintah Ketua Majelis Hakim, Panitera Muda Perdata melalui Juru Sita/pengganti memanggil para pihak yang berperkara. Selanjutnya Majelis Hakim memeriksa, dan memutuskan perkara. Setelah itu putusan diserahkan oleh Majelis Hakim kepada Panitera Muda Perdata untuk diminutasi;
--------------------------------------------------------------
3) Pasal 118 HIR menentukan (1) Gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri tempat tinggal tergugat, (2) Jika tergugat lebih dari satu di Pengadilan Negeri salah satu tergugat, (3) Jika tidak diketahui tempat tinggal tergugat di PN tempat objek sengketa, (4) Jika para pihak telah memilih tempay penyelesaian, gugatan dapat diajukan ke PN yang dipilih/disepakati;

Prosedur Persidangan Perdata 
a.    Majelis hakim setelah menerima berkas perkara dalam waktu 7 (tujuh) hari harus menetapkan hari siding;

b.    Setelah hari sidang ditetapkan, Panitera menunjuk Jurusita untuk memanggil para pihak yang berperkara untuk menghadiri siding yang telah ditetapkan;

c.    Bila pada hari sidang yang telah ditetapkan Penggugat tidak hadir, Majelis memerintahkan memanggil sekali lagi dan jika tidak datang juga gugatan digugurkan;

d.    Jika Tergugat yang tidak hadir pada hari sidang yang telah ditetapkan, Majelis Hakim memerintahkan untuk memanggi lagi (sampai 3X panggilan) dan jika ternyata tidak hadir juga tanpa alasan yang sah atau tidak mengirimkan wakilnya, maka Majelis Hakim melanjutkan pemeriksaan dan memutuskan perkara tanpa kehadiran tergugat (Verstek);

e.    Setelah para pihak hadir dalam persiidangan, maka Majelis Hakim membuka siding pertama, dengan berusaha menganjurkan kepada para pihak untuk berdamai (MEDIASI) sebelum proses persidangan dilanjutkan, yaitu menunjuk mediator agar perkara dapat diselesaikan dengan cara mediasi;4)

f.    Jika usaha perdamaian melalui mediasi tidak berhasil, maka tergugat dapat mengajukan jawaban5) , dalam jawaban tersebut tergugat dapat juga mengajukan gugatan balik terhadap penggugat (rekonpensi), sehingga kedudukan tergugat menjadi penggugat rekonpensi dan penggugat asal (konpensi) berubah menjadi tergugat rekonpensi;

g.    Kemdian pemeriksaan berlanjut dengan jawab menjawab, yaitu Replik sebagai jawaban penggugat atas jawaban tergugat dan Duplik sebagai jawaban tergugat atas eplik penggugat. Dalam proses jawab menjawab ini dapat juga terjadi Intervensi6)  atau ikutnya pihak ketiga dalam suatu perkara yang sedang diperiksa.

h.    Setelah jawab menjawab, para pihak diberi kesempatan untuk membuktikan dalilnya masing-masing melalui persidangan dengan cara pembuktian;

i.    Tahap selanjutnya para pihak diberi kesempatan untuk menyampaikan kesimpulan dari keseluruhan proses persidangan yang telah dilalui; 7)

j.    Atas semua proses persidangan yang telah dilalui, maka puncak dari suatu pemeriksaan perkara/gugatan adalah mendengarkan Putusan Majelis Hakim;
-------------------------------------------------------------------
4)  Berdasarkan PERMA RI No. 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, waktu untuk menyelesaikan mediasi perkara dibatasi selama 41 (empat puluh satu) hari. Setelah waktu tersebut tercapai ataupun tidak perkara harus diserahkan kepada Majelis Hakim yang memeriksanya.
5) JAWABAN dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu Eksepsi (jawaban diluar pokok perkara) dan  Pokok Perkara. Eksepsi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu: a) Eksepsi Kompetensi (absolute & relatief), b) Eksepsi Non Competensi (gugatan tidak jelas, nebis in idem, kualitas penggugat, premature dsb).
6)  INTERVENSI dapat dibagi menjadi 3 jenis: a) Voeging: untuk membela kepentingan salah satu pihak, b) Tussemkomst: membela kepentingan diri sendiri, c) Vrijwaring: ditarik/diminta salah satu pihak sebagai penanggung/pembebas menurut hukum;
7)  Biasanya acara KESIMPULAN ini oleh para pihak digunakan untuk memberikan tanggapan atas pembuktian baik surat maupun saksi yang diajukan oleh para pihak, disamping menyimpulkan seluruh proses jawab menjawab;

III. PENYITAAN (Beslag)

Penyitaan merupakan suatu tindakan yang diambil oleh pengadilan melalui penetapan hakim, atas permohonan Penggugat, guna menempatkan barang (milik penggugat atau tergugat) berada dalam penguasaan/pengawasan pengadilan, sampai adanya suatu putusan yang pasti tentang suatu perkara, untuk menjamin dapat dilaksanakannya suatu putusan perdata. Penyitaan juga dimaksudkan agar barang yang disita tidak dipindah tangankan.

Jenis-jenis penyitaan:
             a.  Sita jaminan thdp barang milik tergugat:
     - Sita jaminan (Conservatoir Beslag) Pasal 227 HIR;

b. Sita jaminan terhadap barang milik sendiri:
   - Revindicatoir Beslag (Sita atas barang yang berada  
      pada tergugat atau orang lain) Pasal 226 HIR;
   - Marital Beslag (Sita atas harta perkawinan) Pasal 190
      KUHPerdata;
   - Pand Beslag (Sita Gadai) Pasal 1139, 1140 KUHPerdata

Prosedur mengajukan Sita

1.    Permohonan diajukan secara terpisah dengan gugatan, dengan menyebutkan secara jelas mengenai objek, luas, nomor dan letak objek yang dimohonkan sita;

2.    Pertmohonan sita diajukan kepada Ketrua Pengadilan Negeri atau kepada Ketua Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut;

3.    Penetapan sita;

4.    Permohonan pelaksanaan sita kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan melakukan pembayaran SKUM, di mana biaya SKUM tersebut dibayarkan jumlahnya tergantung jumlah objek yang disita;

5.    Ketua Pengadilan Negeri menentukan jadwal penyitaan dan menunjuk 3 (tiga) oorang Juru Sita atau Juru Sita Pengganti yang cakap/mampu bertindak untuk melakukan penyitaan dan yang ain bertindak sebagai saksi;

6.    Juru Sita atau JS pengganti datang ke tempat objek sita dengan membawa Berita Acara Penyitaan dan melakukan penyitaan terhadap objek sita dengan disaksikan oleh Juru Sita  yang lain;

7.    Setelah penyitaan dilaksanakan, maka JS menyerahkan salinan Berita Acara Penyitaan  kepada pemilik objek yang disita, atau apabila pemiliknya tidak berada ditempat, maka ditiipkan kepada orang yang menjaga objek sita atau dititipkan kepada Kelurahan;

8.    Selanjutnya JS mendaftarkan pelaksanaan sita tersebut kepada instansi terkait untuk sahnya peletakan sita tersebut. Sebagai contoh untuk sita atas tanah didaftarkan kepada kantor pertanahan setempat (BPN);

9.    Untuk memenuhi azas publisitas, biasanya peletakan sita diumumkan di media massa, akan tetapi tidak wajib dilakukan;

10.Dalam hal gugatan penggugat dikabulkan dan sita jaminan   yang telah diletakkan dinyatakan sah dan berharga, maka penggugat dapat mengajukan eksekusi terhadap objek sita tersebut setelah putusan perkara mempunyai kekuatan hukum mengikat (in-kraht). Demikian juga sebaliknya jika gugatan penggugat dinyatakan ditolak/tidak dapat diterima dan penggugat tidak mengajukan upaya hukum, maka peletakan sita tersebut dinyatakan tidak berharga dan harus diajukan pengangkatan sita atas objek tersebut;

IV. PEMBUKTIAN

Pembuktian secara juridis adalah penyajian fakta-fakta yang cukup untuk memberikan kepastian kepada hakom tentang suatu peristiwa atau hubungan hukum.8)

Alat-alat bukti

a) Surat, terdiri dari:
    1. Akta Otentik;
       diatur dalam pasal 165 HIR ( lihat juga psl 1868 KUHPerdata)
2. Akta di bawah tangan
       diatur dalam pasal 1874-1880 KUHPerdata;
    3. Surat-surat lain yang bukan akta
        diatur dalam pasal 1881  dan pasal 1883 KUHPerdata    
         (catatan-catatan dibelakang alas hak)
     4. Salinan
         Diatur dalam pasal 1888 KUHPerdata
         (diakui sepanjang sesuai dengan aslinya).

b) Alat bukti Saksi
    Diatur dalam Pasal 168-172 HIR
    Dalam pembuktian saksi hendaknya digunakan lebih dari satu orang saksi, karena keterangan saksi tanpa didukung alat bukti lain tidak dapat dipercaya (psl 169 HIR);

c) Keterangan Ahli
    Diatur dalam pasal 154 HIR

d) Persangkaan / dugaan (diatur dalam Pasal 173 HIR)
     Persangkaan adalah kesimpulan yang oleh hakim ditarik dari suatu peristiwa yang terang nyata kearah perisrtowa lain yang belum terang kenyataannya.

e) Pengakuan (bekentenis)
    Diatur dalam pasal 174 – 176 HIR, psl 1923- 1928 KUHPerdata
    Pengakuan dimuka hakim merupakan bukti sempurna bagi orang yang memberikan pengakuan baik diucapkan sendiri maupun perantaraan kuasanya.

f) Sumpah
    HIR menyebutkan 3 macam sumpah
    - sumpah suppletoir (pelengkap) Pasal 155 HIR dan pasal 1940 KUHPerdata;
    - sumpah aestimatoir (penaksir) pasal 155 HIR dan pasal 1940 KUHPerdata;
    - sumpah decisoir (pemutus) pasal 156 HIR dan 1830 KUHPer;

g) Pemeriksaan setempat (descentre)
    Diatur dalam pasal 164 HIR dan pasal 1866 KUHPerdata
    Dengan pemeriksaan setempat hakim mendapat kepastian tentang peristiwa yang dikemukakan dalam persidangan.
____________________________________________________________
8)  Pasal 163 HIR menentukan: a) barangsiapa mendalilkan hak, maka harus membuktikan adanya hak itu, b) barangsiapa menyebut sutu peristiwa yntuk meneguhkan haknya, maka harus membuktikan adanya hak itu, c) Barangsiapa menyebutkan peristiwa untuk membantah hak orang llain, maka harus membuktikan adanya peristiwa itu.

V.  PUTUSAN

Jenis-jenis putusan
- Putusan Sela yaitu putusan sebelum diputus pokok perkara dengan tujuan untuk mempermudah atau memperlancar persidangan;
- Putusan Akhir, yaitu putusan yang berkaitan dengan pokok perkara:

1. Putusan Sela dapat dibedakan dalam bentuk:
- Putusan preparatoir: yaitu putusan untuk mempersiapkan dan mengatur pemeriksaan perkara, dimana putusan ini tidak mempengaruhi pokok perkara (mis: putusan pemeriksan ditempat);

- Putusan insidentil, yaitu putusan yang dijatuhkan berkaitan dengan adanya kejadian yang menunda kelangsungan proses pemeriksaan perkara ;

- Putusan provisional, yaitu putusan yang bertujuan untuk menetapkan suatu tindakan sementara / pendahuluan bagi kepentingan salah satu pihak (mis: menyatakan objek perkara status quo).

2) Putusan Akhir, dapat dibedakan dalam bentuk:

    - Putusan declalatoir, yaitu putusan yang bersifat menegaskan
      suatu keadaan hukum (seperti kedudukan waris atau anak);

    - Putusan constitutive, yaitu putusan yang bersifat menetapkan
      suatu keadaan baru atau menghapuskan keadaan hukum yang
      telah ada (seperti: putusan pailit, perceraian, pembatalan
      perjanjian);

   - Putusan Condemnatoir, yaitu putusan yang bersifat menghukum salah satu pihak atau kedua belah pihak utk memenuhi  prestasi  tertentu;

ISI PUTUSAN

Pasal 183, 184, 187 HIR mengatur apa yang harus dimuat dalam suatum keputusan hakim, yang terdiri dari:
-    Kepala Putusan;
-    Nomor register perkara;
-    Nama pengadilan yang memutus perkara;
-    Identitas para pihak;
-    Tentang duduknya perkara;
-    Pertimbangan hukum;
-    Amar putusan;
-    Tanggal musyawarah;
-    Putusan diucapkan dalam siding terbuka untuk umum;
-    Hadir tidaknya para pihak pada saat putusan dijatuhkan;

Upaya hukum terhadap putusan

- sifat dan berlakunya upaya hukum ini berbeda, tergantung pada apakah upaya hukum biasa atau upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa pada asasnya terbuka untuk setiap putusan selama tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang, dimana wewenang untuk menggunakannya hapus dengan diterimanya putusan. Upaya hukum iasa bersifat menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara, seperti perlawanan (verzet), banding dan kasasi;

- Upaya hukum istimewa / luar biasa dibolehkan dalam hal-hal tertentu yang disebut dalam undang-undang, seperti peninjauan kembali;

VI. BANDING
Terhadap putusan Pengadilan Negeri, jika salah satu pihak baik penggugat maupun tergugat merasa putusan tersebut belum atau kurang memenuhi rasa keadilannya, maka dapat meminta pemeriksaan banding kepada Pengadilan Tinggi. Tujuannya adalah  memeriksa ulang fakta maupun penerapan hukum serta putusan akhir Pengadilan Negeri

Prosedur Mengajukan Banding (pasal 199–2002 Rbg)
-    Permohonan banding diajukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi melalui kepaniteraan Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan, dalam tenggang waktu 14 hari terhitung setelah pembacaan putusan atau setelah putusan pengadilan diberitahukan kepada pemohon secara sah jika pemohon banding tidak hadir;

-    Pemohon banding harus menyatakan banding, dengan menandatangani Akta Pernyataan banding dan melakukan pembayaran uang muka biaya perkara banding sesuai SKUM;

-    Panitera mencatat dalam daftar perkara dan memberitahukan kepada pihak terbanding, selambat-lambatnya 14 hari setelah permohonan banding;

-    Kedua belah pihak diberi kesempatan melihat berkas perkara di Pengadilan Negeri dalam tenggang waktu 14 hari sebelum dikirim ke Pengadilan Tinggi (in-zage);

-    Memori banding dan atau kontra memori banding dapat (tidak wajib) diserahkan setiap saat selama perkara belum diputus;

VII. KASASI
      - Pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan tingkat banding. sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat 3 jo 29 UU No. 14 tahun 1970 jo psl 43 UU No. 14 tahun 1985 dan jo Pasal 30 UU No. 5 tahun 2004.

Prosedur Mengajukan Kasasi
-    Permohonan Kasasi harus diajukan kepada Ketua Mahkamah Agung RI melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut pada tingkat pertama dalam tempo 14 hari terhitung sejak diterimanya Putusan pada tingkat banding, dengan menandatangani Akta Pernyataan Kasasi dan membayar biaya kasasi sesuai SKUM;

-    Pemohon kasasi wajib menyerahkan Memori Kasasi paling lambat 14 hari sejak permohonan kasasi didaftarkan dengan mengajukan alasan-alasan yang relevan;

-    Panitera memberitahukan dan menyerahkan Memori Kasasi kepada pihak lawan / terbanding selambat-lambatnya 30 hari sejak diterimanya Memori Kasasi;

-    Pihak lawan / terbanding harus menyerahkan Kontra memori Kasasi selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari sejak dterimanya pemberitahuan tersebut;

-    Panitera Pengadilan Negeri menyerahkan berkas perkara kepada Kepaniteraan Mahkamah Agung RI dalam waktu 30 hari sejak diterimanya Kontra Memori Kasasi;

-    Peraturan Mahkamah Agung (PERMA RI) No. 1 tahun 2001 mengatur :
“Keterlambatan pengajuan Memori Kasasi dan/atau Kontra Memori Kasasi mengakibatkan permohonan kasasi dinyatakan tidak dapat diterima atau dapat diterima atau dapat ditolak oleh Panitera Pengadilan Negeri yang memutus perkara tingkat pertama.

Alasan-alasan mengajukan Kasasi:
1).  Pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;

2). Hakim salah dalam menerapkan hukum atau melanggar hukum    yang berlaku;

3).   Hakim lalai memenuhi syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundangan yang akibat kelalaian tersebut dapat mengancam batalnya putusan yang bersangkutan; 


VIII. PENINJAUAN KEMBALI

Peninjauan kembali (Psl 66 UU No. 14 Thn 1985 dan psl 393 HIR)
-    Peninjauan Kembali (PK) merupakan upaya hukum luar biasa terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, tetapi permohonan PK tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanan putusan pengadilan. Permohonan PK dapat dicabut selama perkara belum diputuskan ddan hanya dapat diajukan satu kali.

Alasan-alasan untuk dapat mengajukan  PK (psl 67 UU No. 14 Tahun 1985)

a)    Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat yang dilakukan pihak lawan, yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
b)    Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
c)    Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut;
d)    Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
e)    Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatannya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;
f)    Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata;

Tenggang Waktu Mengajukan PK

Tenggang waktu untuk mengajukan permohonan PK atas dasar alasan seperti terdapat dalam pasal 67 UU No. 14 Tahun 1985 tersebut adalah dalam tempo 180 (seratus delapan puluh) hari, untuk :
a)    putusan yang didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat (huruf a), maka tempo 180 hari dihitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat yang dilakukan oleh pihak lawan tersebut, atau sejak putusan hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara;

b)    alasan karena ditemukannya surat-surat bukti baru / novum (huruf b), maka jatuh tempo 180 hari dihitung sejak ditemukannya novum tersebut, dimana hari dan tanggal ditemukannya harus dinyatakan dibawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;

c)    untuk alasan yang disebut pada huruf c, d, e dan f, maka 180 hari tersebut dihitung sejak putusan tersebut memperolah kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara;

Prosedur Mengajukan Peninjauan Kembali 
-    Permohonan PK harus diajukan kepada Ketua Mahkamah Agung RI melalui kepaniteraan Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut pada tingkat pertama;

-    Pemohon PK harus menyerahkan Memori PK disertai alasan-alasan yang dijadikan dasar permohonan. Memori PK diajukan pada saat mengajukan  permohonan PK dengan menandatangani Akta Pernyataan PK dan membayar biaya PK sesuai dengan SKUM;

-    Panitera memberitahukan dan menyerahkan Memori PK kepada pihak lawan, selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari sejak diterimanya permohonan PK tersebut;

-    Pihak lawan dapat menyerahkan Kontra memori PK kepada Mahkamah Agung RI melalui kepaniteraan Pengadilan Negeri yang memutus perkara pada tingkat pertama dalam waktu 30 hari sejak diterimanya pemberitahuan dan Memori PK tersebut;

-    Tujuan pengiriman salinan PK adalah untuk memberikan kesempatan bagi pihak lawan untuk mengajukan jawaban dan agar pihak lawan dapat mengetahui dengan jelas alasan PK tersebut;

IX. PERLAWANAN

Perlawanan (verzet)

Verzet merupakan upaya hukum terhadap putusan yang dijatuhkan di luar hadirnya tergugat (pasal 125 ayat 3 jo 129 HIR). Pada dasarnya Perlawanan ini disediakan bagi pihak tergugat yang pada umumnya dikalahkan dalam putusan verstek. Akan tetapi jika Penggugat tidak puas dengan putusan verstek maka tidak dimungkinkan baginya untuk mengajukan verzet, tapi dengan cara mengajukan banding (Pasal 8 ayat 1 UU No. 20/1947)

PROSEDUR MENGAJUKAN VERZET (Perlawanan/Bantahan)

-    Permohonan verzet hanya dapat diajukan satu kali, dan harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang menjatughkan putusan semula dalam tempo 14 hari terhitung sejak diberitahukannya putusan verstek tersebut kepada tergugat;

-    Permohonan Verzet dilakukan seperti mengajukan surat gugatan biasa dengan melakukan pembayaran biaya perkara sesuai SKUM;

-    Kedudukan pemohon verzet (tergugat) tetap sebagai tergugat dan kedudukan penggugat awal tetapsebagai penggugat. Oleh karena itu pihak yang mengajukan pembuktian terlebih dahulu adalah pihak penggugat (terlawan);

-    Verzet menangguhkan eksekusi, kecuali putusan verstek dijatuhkan secara serta merta (uitvoerbaar bij vooraad).


X. EKSEKUSI

-    Eksekusi adalah pelaksanaan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), dimana putusan tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk dilaksanakan atas apa yang ditetapkan dalam putusan tersebut, kalau perlu secara paksa oleh aparat Negara. Dimana yang memberikan kekuatas eksekutorial itu adalah irah-irah: “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”.

-    Permohonan eksekusi harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri,  karena Pengadilan Negeri satu-satunya institusi yang berwenang melaksanakan putusan.

MACAM MACAM EKSEKUSI

-    Eksekusi Riil, eksekusi ini dalam praktek sering dilakukan, tetapi tidak diatur secara tegas dalam
     HIR, hanya diatur dalam pasal 1033 RV mirip Pasal 200 ayat (1) HIR, seperti : pengosongan,
     eksekusi hak tanggungan, dll;

-    Parate Eksekusi (Eksekusi langsung) yang diatur dalam pasal 1155 KUHPerdata (gadai), dimana
      seorang kreditur menjual tanpa mempunyai title eksekutorial;

-    Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk membayar sejumlah uang atau 
      untuk melakukan suatu perbuatan tertentu (pasal 196 dan 225 HIR)

Tahap-tahap Permohonan Eksekusi

Landasan yuridisnya: Pasal 14 ayat (2), pasal 20 ayat (1) UU No, 4 tahun 1996:

1.    Tahap Aanmaning (Pasal 196 HIR)
a.    Permoohonan Aanmaning;
b.    Penetapan Aanmaning;
c.    Panggilan terhadap debitur, penjamin atau pemberi jaminan dalam waktu paling lama 8 hari,
       maksimal 2 kali pemanggilan;
d.    Berita Acara Aanmaning;

2.    Tahap Sita Eksekusi (pasal 197 HIR)
a.    Permohonan Sita Eksekusi;
b.    Penetapan Sita Eksekusi;
c.    Pelaksanaan Sita Eksekusi;
d.    Berita Acara Eksekusi.

3.    Tahap Lelang (Penjualan di muka umum – Pasal 200 HIR)
a.    Permohonan Lelang;
b.    Penetapan Lelang;
c.    Koordinasi PN dengan kantor Lelang --- Jadwal lelang
d.    Pengumuman dalam waktu 2 x 14 hari (eksekusi HT)
e.    Pelaksanaan Lelang ---- Risalah Lelang.

4.    Tahap Pengosongan
a.    Permohonan pengosongan
b.    Penetapan Aanmaning;
c.    Penetapan pengosongan;
d.    Pemberitahuan Eksekusi pengosongan;
e.    Berita Acara Pengosongan.


PROSES EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN


PERMOHONAN                           1. Surat Kuasa Eksekusi Hak Tanggungan          
                                                       2. Bukti di nazegelen (pemeteraian)
                                                       3. SKUM

PENDAFTARAN                       1. Nomor perkara
                                                    2. Tanda Bukti

AANMANING                           1. Penetapan
                                                    2. panggilan kepada Termohon Eksekusi.
                                                     3. Ditegur dalam waktu 8 hari

SITA EKSEKUSI                         1. Permohonan Sita
                                                     2. Biaya Sita                  
                                                     3. Penetapan sita 
                                                     4. Berita Acara Sita

EKSEKUSI LELANG                 1. Penetapan Lelang
                                                     2. Tanggal lelang
                                                     3. SKPT
                                                     4. Peserta lelang
                                                     5. Harga limit
                                                     6. pengumuman Lelang

DILELANG                               Pelaksanaan Lelang
                                                    - Risalah lelang
                                                    - Kwitansi Pembayaran lelang dan Bea lelang

DITUNDA                                   Proses perkara (?)

PERMOHONAN LELANG LANJUTAN.

HAMBATAN-HAMBATAN LELANG 

Dari KREDITUR            1. membuat plafon terlalu rendah, sehingga ditolak KPN;
                                        2. Tidak menyiapkan harga lelang
                                         3. Berdamai dengan  Debitur sebelum lelang.

Dari PENGADILAN            1. Ditunda oleh KPN, dengan alasan:
                                                  a.    harga limit tidak tercapai;
                                                  b.    ada bantahan;
                                                  c.    Permohonan penundaan dari Debitur dikabulkan.
                                            2. Surat Sakti dari KPT atau dari MA


dari DEBITUR                   1. Menggugat- gugatan
                                            2. Membantah– bantahan pihak ketiga
                                            3. Minta fatwa ke PT atau MA;
                                            4. Menghalangi lelang dengan pembeli
                                                fiktif;
                                            5. Tidak ada persetujuan dari istri /
                                                suami atau persetujuan komisaris
                                            6. sertifikat Asli tapi palsu (aspal).